‘MODERNISASI’ TARI RAKYAT DI CEPOGO
Oleh
Kiswanto
Seni rakyat,
penyebutan ini pada dasarnya memang ditinjau dari strativikasi kehidupan sosial
masyarakat, antara elite dan rakyat. Tidak bermaksud membedakan mana yang baik
dan mana yang jelek, tetapi sebagai klasifikasi seni yang secara garis besar
memang memiliki perbedaan konsep. “Seni
rakyat merupakan kesenian yang lahir, hidup, dan menjadi bagian dari kehidupan
sosial-budaya masyarakat pedesaan – tani, nelayan, perburuan. Fungsinya sebagai
sarana pelestarian kehidupan bermasyarakat - solidaritas sosial, ritual
kepercayaan, dan sarana hiburan. Bentuknya sederhana; garap tidak rumit; peralatan dan properti
sederhana atau seadanya. Merupakan unity
dengan unsur-unsur: cerita, dialog,
musik, tari, banyol, sedih, gembira” (Rustopo, dalam MK SPI).
Kreativitas-kreativitas
untuk mengembangkan dan menjaga eksistensinya-pun bermunculan dalam seni ini,
seperti yang terjadi di Kecamatan Cepogo, Boyolali. Dalam pementasan tarian
rakyat kelompok ‘Kridho Seto’ beberapa hari yang lalu (24/12/11), tepatnya di
Dk. Blambangan, Ds. Gedangan, Kec. Cepogo, Kab. Boyolali, Selain dipentaskan
secara mandiri musik Dangdut menjadi bagian dari struktur iringan tari rakyat,
selain iringan gendhing-gendhing Jawa. Bukan hanya pada kelompok ini, kehadiran
genre musik Dangdut ini pun telah menjadi ciri khas di daerah tersebut, ini
terjadi pada hampir semua tari rakyat di daerah tersebut; seperti Yakso Jati di
Dk. Sidosari, Pakem di Dk. Kadisono dan lainnya. Bentuk-bentuk tariannya-pun
berbeda-beda; ada yang sejenis Jaranan, Buto, Warokan, dan lain-lain.
Modernisasi
Ke-khas-an tari
rakyat di Cepogo yang hampir semuanya telah terdapat element musik Dangdut di dalamnya,
hal ini tentunya tidak terjadi serta merta dalam waktu yang cepat begitu saja.
Terlebih dahulu pasti ada sebab-sebab yang melatar belakanginya hingga akhirnya
mampu dianut dan tersebar luas di daerah tersebut. Persoalan ini tak terlepas
dari arus perkembangan jaman dan globalisasi - Media massa, industri, serta
teknologi - yang menjadi pengaruh utama terhadap perubahan pola-pola kehidupan
sosial masyarakat. Perubahan ini terjadi sangat kompleks berpengaruh di hampir
segala bidang, tak terkecuali kesenian. Dalam situasi yang demikian, masyarakat
selalu disuguhi dan dimudahkan beraneka macam menu-menu kebutuhan baru yang
lebih efektif dan efisien, sehingga ‘modernisasi’ menjadi arus kebutuhan yang
tidak dapat dihindari. “modernisasi
merupakan proses yang bertahap, yaitu mulai dari tahap tradisional menuju
masyarakat modern. modernisasi merupakan proses progresif. Dalam jangka
panjang modernisasi meningkatkan kesejahteraan manusia, baik kultural maupun
material-material”(Samuel P.H).
Dalam kasus
kesenian rakyat, kebanyakan bentuk sajian tari rakyat yang masih monotone, sederhana, serta melulu itu
aja, ini mengindikasi bahwa masuknya musik Dangdut dalam kesenian tersebut karena
mereka menginginkan sesuatu yang baru juga dalam keseniannya, serta agar
kesenian yang mereka tampilkan tetap bisa menghadirkan, menghibur, dan menarik
simpati banyak penonton. Baik dangdut maupun tari rakyat, keduanya merupakan
seni massa di mana keduanya memiliki bentuk yang sederhana, bersifat menghibur,
serta bertujuan menghadirkan penonton ketika pertunjukan. Perbedaannya hanya
terletak pada ruang lingkup kesenian itu dikenal, di mana Dangdut merupakan musik populer –
industri - yang lebih banyak dikenal dan mudah dinikmati banyak orang, sedangkan
pada umumnya tari rakyat hanya menjangkau dalam wilayah kebudayaan kesenian
tersebut. Sehingga, memperpadukan musik dangdut menjadi alasan yang mendasar
agar tari rakyat tetap mampu menarik simpati dan menghibur banyak penonton di
jaman sekarang ini.
Elastisitas Musik Dangdut
Masuknya
element musik Dangdut menjadi bagian struktur pengiring tarian rakyat yang
berbasis budaya Jawa ini, selain elastis terhadap musik-musik lain; “mengandung
unsur-unsur musik India, Arab, dan Melayu, mengadopsi unsur-unsur musik Barat, rockn’roll,
Regee, dan Rap, dan berbaur
dengan musik etnis nusantara lain seperti Jawa, Sunda, Batak dan
Minangkabau”(Takari:2001), alunan musik dangdut yang memang sangat dinamis dan
cukup potensial untuk berjoget dan
menari juga mampu menghadapi dan mempengaruhi bentuk-bentuk tarian rakyat di
daerah Cepogo.
Hal ini tentunya
terjadi karena adanya kesamaan dan kesesuaian aspek musikal antara gerakan dan
iringan tari dengan musik Dangdut, hingga dangdut dan tari rakyat dapat
diperpadukan tanpa proses yang begitu sulit. Hal ini dapat diamati pada ketukan
birama 4/4 yang umumnya terdapat pada lagu dangdut, irama ini sesuai dengan
gerakan tari yang mengacu pada perhitungan ketukan genap. Apalagi adanya
instrument tabla – kendang, bangunan pola
permainan ritme-ritme dari kedua tabung membran
tersebut menjadi stimulus bunyi yang memang sangat pas untuk menari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar