TARI MODERN INDONESIA
(Ringkasan tertulis tentang “TARI MODERN INDONESIA”
dari buku R.M. Soedarsono. 1999, Seni
Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, hal. 241-258. Bandung: Masyarakat
Seni Pertunjukan Indonesia)
Oleh
Kiswanto
A.
I
Nyoman Mario
·
Merupakan penari besar
terkenal yang melakukan pembaruan tari di Bali dengan karya tarinya Kebyar Duduk atau Kebyar Teropong yang dibuat bersamaan dengan menyebarnya Gong
Kebyar di Bali pada tahun 1925.
·
Karya tari tersebut
diakui milik bersama oleh masyarakat Bali. Walaupun demikian, masyarakat juga
mengakui bahwa Kebyar Duduk merupakan
ciptaan I Nyoman Mario.
·
Karena 75 tahun tetap
bertahan dengan teknik dan gaya yang tidak jauh berbeda, akhirnya tari ini juga
masuk dalam kategori tari klasik pula.
B.
Seti-Arti
Kailola
·
Beliau lahir pada tahun
1919 di Sumatra.
·
Gadis Indonesia yang
pertama kali mempelejari tari modern di Amerika Serikat kepada koreografer
terkenal Martha Graham di New York pada tahun 1952.
·
Setelah pulang ke
Indonesia, ia menetap di Jakarta dan mendirikan sekolah tari yang diberi nama
Sutalagi.
·
Pada tahun 1957,
melalui beasiswa dari The Rockfeller Foundation bersama Bagong Kussudiarjo dan
Wisnu Wardhana kembali lagi ke Amerika untuk mendalami teknik tari modern.
Ketiga tokoh inilah yang pernah mempelajari teknik Martha Graham itulah oleh
Sal Murgiyanto ditempatkan sebagai pelopor tari modern di Indonesia.
·
Pada tahun 1958,
kembali ke Indonesia untuk mengajarkan teknik Martha Graham kepada muridnya
yang mencapai 300 orang.
·
Daya tarik sekolah ini jelas
diperkuat sejak kedatangan Martha Graham
Company yang mengadakan pergelaran di Jakarta pada tahun 1955.
·
Karena ditinggal
suaminya pada tahun 1964, ia menutup sekolahnya dan memilih hidup di kota
Megapolitan di New York.
C.
Bagong
Kussudiarjo
·
Lahir pada tahun 1928
yang dialiri darah biru oleh piut Sultan Hamengku Buwono VII.
·
Bagong Kussudiarjo dan
Wisnu Wardhana di Martha Graham School, mereka tidak dalam waktu yang lama
karena mereka tidak dapat menyerap teknik Graham sebaik Kailola. Keduanya melanjutkan
perjalanan ke Summer School of dance di Connecticut selama musim panas.
·
Bagong menunjukkan
bakat besarnya sebagai penari melalui sebagai seorang murid dari organisasi
‘Krida Beksa Wirama’.
·
Pada masa kecilnya
kurang mendapatkan perhatian layaknya anak kecil yang perlu dimanja, hingga
jiwanya sebagai ‘pemberontak’ selalu melilitnya.
·
Beliau sangat piawai
menarikan tokok yang dinamis, agresif, dan nakal.
·
Pada tahun 1950, beliau
menjadi mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.
·
Pembaruan tari Bagong
selalu ditujukan untuk pencarian pada ungkapan jati diri yang individual.
Karena itu, walaupun sudah mengenyam pendidikan di luar negeri, tetapi Bagong
lebih ingin mencari gaya ungkapnya sendiri.
·
Karya demi karya, baik
yang berupa koreografi solo, duet, kelompok, maupun sendra tari selalu diterima
oleh masyarakat banyak. Karena Bagong selalu menggali dan memanfaatkan kekayaan
seni di negeri sendiri, dan kadang-kadang orang melihat bahwa karya Bagong
merupakan adaptasi tari gaya daerah lain.
·
Tari Layang-layang merupakan karya pertama
yang tampak sebagai gaya ungkap Bagong yang khas.
·
Beliau juga menggarap
sendra tari yang berjudul Dipanegara, Arjunawiwaha, Ratu kidul, bahkan juga
sang Kristus yang banyak diwarnai teknik dari karawitan Jawa gaya Yogyakarta
yang diselingi tepakan gendhang Sunda.
·
Pada akhir tahun
1980-an, karena kedekatannya kepada para pejabat, ketika menggarap koreografer
dengan judul Pesta Desa, dia berhasil
menampilkannya dalam pembukaan Olympiade Seoul.
·
Jiwanya sebagai
pemberontak sebagai contoh yang menggelitik adalah Bedaya Gendeng – bermakna gila – dan Bedaya Saksire – semaunya, yang di mana tarian bedaya adalah tarian
putri yang ditarikan oleh sembilan orang yang sangat disakralkan di istana
Yogyakarta dan Surakarta. Memang, kedua karya itu sama sekali tidak mengacu
pada tatanan komposisi tari Bedaya. Hanya jumlah penari yang sembilan yang
masih sama dengan Bedaya klasik.
·
Pada tanggal 14 Juli
1977, di atas tanahnya yang cukup luas yang terletak di desa Kembaran Kabupaten
Bantul, beliau mendirikan ‘Padepokan Seni Bagong Kussudiarjo’ untuk memberi
pendidikan singkat yang cukup beragam kepada siapa aja, baik dari Indonesia
maupun Mancanegara yang pada waktu itu merupakan hanya padepokan ini yang
memiliki fasilitas yang sangat lengkap di Indonesia.
·
Hanya tiga dari
putra-putrinya yang terwarisi darah seni dari Bagong, yaitu: Ida Wibowo dalam
bidang tari, Butet Kertarejasa dalam bidang teater, dan Djaduk Ferianto dalam
bidang musik.
D.
Wisnu
Wardhana
·
Lahir pada tahun 1929,
merupakan putra Pangeran Suryodiningrat pendiri organisasi kesenian Jawa gaya
Yogyakarta Krida Beksa Wirama (KBW).
·
Beliau pernah mengalami
pendidikan formal yang cukup beragam. Pada awalnya ingin menjadi dokter, tapi
di tengah jalan ia berpindah minat menjadi seorang pendidik yang mengantarkan
dirinya meraih Doktor di Institut Keguruan dan Kependidikan Indonesia (IKIP) di
Yogyakarta pada tahun 1980-an.
·
Beliau sangat piawai
membawakan tokoh-tokoh gagah pada pergelaran Wayang Wong gaya Yogyakarta, ia juga menunjukkan bakat sebagai
penari kreatif.
·
Pada tahun 1961, Wisnu
sudah mulai menggarap drama tari Ramayana tanpa dialog – sendra tari – yang pada
waktu itu sendra tari belum muncul sebagai genre baru.
·
Pada tahun 1962,
menggarap sebuah drama tari kolosal yang menggunakan dialog tembang Jawa dengan
lirik bahasa Indonesia berjudul ‘Nusa Pertiwi’ yang dipentaskan di Senayan,
Jakarta.
·
Pada tahun 1958,
sepulang dari Amerika beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan tari modern
bernama ‘Contemporary Dance School Wisnu Wardhana (CDSW).
·
Karya-karyanya sangat
beragam, baik yang mengacu pada tari modern Martha Graham, Balet, tari-tarian
dari mancanegara seperti Jepang, maupun yang masih berpijak dari tari Jawa.
·
Pada tahun 1960-an
murid-muridnya mulai menyusut walaupun ia telah berupaya untuk meningkatkan
wadah pendidikan seninya dengan nama Institut Kesenian Wisnu Wardhana.
·
Wisnu termasuk seniman
serba bisa, selain sebagai penari Gatotkaca yang bagus sekali dalam pertunjukan
wayang wong, koreografer berbagai karya tari modern, menguasai karawitan,
mendalang, dan juga sebagai aktor film.
·
Upaya terakhir untuk
menarik minat, Wisnu mendirikan sebuah lembaga pendidikan non formal dalam
bidang seni yang bisa diikuti oleh siapa saja tanpa memperhatikan umur serta
latar belakang pendidikan yang bernama ‘Puser Widya Nusantara’. Para muridnya
hamper semuanya terdiri dari warga desa di sekitar Yogyakarta.
·
Pada bulan April 2002,
Wisnu telah menghadap kepada Tuhan yang maha pengasih, dan berakhir juga ‘Puser
Widya Nusantara’.
·
Tidak seperti Bagong
yang memiliki tiga anak yang mewarisi darah seninya, satu-satunya putrid Wisnu
lebih suka menekuni bidang ayahnya yang tidak tercapai, yaitu kedokteran. Sekar
Jatiningrum telah berhasil berprofesi sebagai dokter spesialis kulit, dan
menikah dengan dokter ahli bedah.
Koreografer
generasi sesudah Bagong dan Wisnu masih cukup banyak, seperti Sardono W.
Kusumo, Gusmiati Suid, Ida Wibowo, Dedy Luthan, Miroto, Boy Sakti, Wiwik
Sipala, dan lain-lain. Sebagai contoh, hanya akan dijelaskan dua saja, yaitu
Sardono dan Gusmiati Suid.
E.
Sardono
Waluyo Kusumo
·
Seperti halnya Bagong
dan Wisnu, Sardono juga berasal dari keluarga priyayi.
·
Lahir pada tahun 1945,
beberapa bulan sebelum Indonesia merdeka. Ayahnya bernama Raden Tumenggung
(R.T.) Sarwono Waluyo Kusumo sebagai abdi
dalem Kasunanan Surakarta adalah putra kedua dari enam saudara.
·
Pada usia enam tahun
dimasukkan ke dalam Sekolah Taman Siswa yang selalu memperhatikan kesenian
Jawa. Di sekolah ini dia diharuskan belajar menabuh gamelan, dan mulai
menginjak umur delapan tahun, ia mulai mendalami tari Jawa gaya Surakarta.
·
Selesai Sekolah Dasar,
ia dimasukkan ke dalam Sekolah Menengah Kasatriyan yang berada di bawah naungan
Kasunanan Surakarta yang di mana pelajaran tari dan gamelan harus diikuti. Di
sinilah Sardono mendapatkan bimbingan dari seorang pakar tari bernama R.T.
Kusumokesowo.
·
Pada tahun 1961,
Sardono menjadi pemain Hanoman pada malam perdana sendra tari Ramayana di
panggun terbuka Prambanan yang sangat megah. Dalam berbagai penampilan dia telah
menunjukkan kemampuannya sebagai penari Hanoman yang bagus. Selain itu, dalam
waktu yang tidak lama juga mampu menampilkan tokoh Rahwana yang galak serta
kejam dengan cukup mengagumkan.
·
Walaupun sering
memegang peranan utama dalam pertunjukan besar, Sardono yang pada waktu itu
masih Sekolah Menengah Atas tetap bisa berjalan lancar.
·
Setelah lulus Sekolah
Menengah Atas, ia mendaftarkan diri ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada
di Yogyakarta.
·
Belum lama duduk di
bangku kuliah, pada tahun 1964 ia terpilih sebagai salah seorang penari yang
dikirim oleh pemerintah Indonesia untuk mengikuti New York World’s Fair. Di
kota megapolitan yang merupakan sentra perkembangan tari modern, ia mulai
tertarik sekali mencicipi belajar tari modern.
·
Ia belajar tari modern
dari gurunya yang bernama Jean Erdman. Jean tidak mengajari teknik tari modern
layaknya Martha Graham, tetapi lebih mengarahkan pada muridnya agar bisa tampil
secara kreatif. Pendekatan inilah yang kemudian mendasari gaya Sardono dalam
menggarap karya-karyanya, yang lewat improvisasi terlebih dahulu, baru kemudian
ke komposisi.
·
Sepulang dsari Amerika,
ketika menjadi bintang panggung terbuka Ramayana Prambanan, pada tahun 1963
berdirilah Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) di Yogyakarta. Yang mulanya ingin
menjadi sarjana ekonomi, ia merubah haluannya menjadi koreografer dan dia
langsung mendaftarkan diri ke ASTI.
·
Pada tahun 1968, ketika
Gubernur Ali Sadikin membentuk Dewan Kesenian Jakarta, Sardono terpilih sebagai
anggota paling muda yaitu ketika berusia 23 tahun dalam Dewan Kesenian Jakarta
saat dibentuk. Sebagai sentra kegiatan para seniman, dibangunlah sebuah pusat
kesenian yang diberi nama Taman Ismail Marzuki (TIM).
·
Karya pertama yang
menggegerkan masyarakat tari di Surakarta adalah Samgita yang merupakan ramuan antara bedaya, langendriyan, dan
wayang wong. Karya ini dipamggungkan pertama kalinya di Jakarta pada tahun
1971.
·
Tahun 1973 merupakan
awal Sardono memiliki organisasi tetap yang dia sebut ‘Sardono Dance Theatre’.
Arah koreografinya masih berpijak pada tari Jawa klasik, baik gaya Surakarta
maupun Yogyakarta.
·
Perjalanannya ke Bali
pada tahun 1973, menghadirkan karya yang cukup menggemparkan yang ia beri judul
Cak Rina lewat kerja sama dengan
penari-penari Bali dari desa Teges ketika akan dipentaskan di TIM. Sardono
mendapat protes keras dari pejabat pemerintah Bali. Tetapi, kegagalan ini dapat
dia tebus ketika ia berhasil membawa penari-penari dari Bali dan Jawa ke Nancy
Festival di Perancis dengan menampilkan koreografinya yang berjudul The Sorceress Of Dirah.
·
Pada tahun 1976 Sardono
menampilkan karya drama tari Menak Cina
yang diilhami oleh Beksa Golek Menak
karya Sultan Hamengku Buwono IX.
·
Setelah itu, dia
melanjutkan perjalanan budayanya ke Kalimantan, bekerja sama dengan penduduk
Kenyah dan Modang dari Kalimantan Timur. Hasilnya adalah Meta Ecologi yang ia pentaskan pada tahun 1979 dan Hutan Plastik pada tahun 1983.
·
Pada tahun 1993,
karyanya mampu ditampilkan di ‘Next Wave Festival’ adalah Passage Through the Gong di Brooklyn Academy of Music dekat New
York.
·
Pada tahun 1990-an, ia
kembali ke Surakarta. Di sini ia tinggal di rumah besar yang dilengkapi dengan
ruang pendapa besar yang bisa dipergunakan sebagai studio tarinya. Bahkan kuliah-kuliah
bagi para mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta
diberikan di rumahnya. Begitulah perjalanan Sardono sebagai koreografer
terkemuka yang sudah ‘go international’.
F.
Gusmiati
Suid
·
Beliau merupakan salah
satu koreografer perempuan yang paling menonjol.
·
Walaupun sejak tahun
1987 sampai akhir hayatnya bercokol di Jakarta, ia sebenarnya berdarah Minang.
·
Tokoh koreografer
terkemuka Huriah Adam yang seolah-olah mendefinisikan kembali tari Minang,
inilah yang kemudian diteruskan oleh Gusmiati Suid. Namun, dengan intensitas
yang lebih tinggi serta variasi yang lebih kaya.
·
Pada tahun 1971,
walaupun telah melahirkan tiga orang anak, terpaksa harus berpisah dengan
suaminya.
·
Pada tahun 1972, ia
mendaftarkan sebagai mahasiswa Akademi Seni Karawitan Indonesia Jurusan Tari di
Padang Panjang, dan menyelesaikan kesarjanaan mudanya pada tahun 1975.
·
Selang beberapa tahun
kemudian, ia mendirikan sebuah sanggar tari bernama ‘Indojati’ di kota Padang
yang memiliki anggota cukup banyak.
·
Dalam waktu yang
singkat, ia berhasil menggarap koreografi modern yang diberi judul Rantak. Karya inilah yang terpilih untuk
ditampilkan dalam Festival Tari Rakyat Nasional di Jakarta pada tahun 1978 yang
mampu menempatkan dirinya sebagai koreografer yang patut diperhitungkan.
·
Melalui prestasinya
telah menarik perhatian Yayasan Bunda di Jakarta di bawah pimpinan Nyonya Nelly
Adam (istri wakil presiden Adam Malik) pada tahun 1979. Gusmiati diserahi tugas
mengurusi bidang tari. Yayasan ini mampu mengorbitkan Gusmiati sebagai
koreografer yang matang dan banyak lawatan ke luar negeri. Tetapi, karena
teringat anak-anaknya yang masih perlu bimbingan, pada tahun 1981 ia memutuskan
untuk lebih banyak tinggal di Sumatra daripada di Jakarta.
·
Pada tahun 1982, ia
mendirikan sebuah kelompok kesenian di Batusangkar yang ia beri nama ‘Gumurung
Sakti’ yang di mana kelompok inilah yang sampai akhir hayatnya digunakan untuk
menggodog karya-karyanya.
·
Karena prestasinya, ia
diangkat sebagai dosen tidak tetap di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
·
Pada tahun 1985, ia
meninggalkan statusnya sebagai pegawai negeri selama-lamanya karena banyak
kegiatan yang banyak menyita waktu di luar Padang Panjang.
·
Pada tahun 1987, ia
dengan mantap berdomisili di Jakarta dan sering berdiskusi dengan para koreografer.
Baru beberapa bulan setelah berpindah, Gusmiati dengan Gumarang Saktinya mulai
dikenal di dunia Internasional.
·
Gusmiati dan Gumarang
Sakti juga mendapat undangan dari sebuah panitian untuk mengadakan pergelaran
dalam sebuah festival Asia di Calcutta, yaitu Asian Festival of Theatre and Martial Arts. Alasan panitia
mengundang Gumarang Sakti jelas karena karya-karya Gusmiati sangat diwarnai
oleh pencak silat – martial arts.
·
Baru saja tiba di
Calcutta, ia telah mendapat undangan untuk mengikuti International Festival of Academies di Hongkong pada tahun 1989.
·
Pada tahun 1990,
sepulang dari Hongkong harus menyiapkan International
Festival of the Perfoming Arts di Jakarta. Selain itu, juga sibuk lagi
untuk memenuhi undangan untuk berpartisipasi pada Recontres Internationales de la Danse di Paris.
·
Pada tahun 1991,
bersama Gumarang Sakti berangkat melanglang buana lagi untuk mengadakan tur di
Amerika Serikat dalam rangka ‘Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika’ (KIAS).
Di negeri Paman Sam ini ia mengadakan pertunjukan di San Fransisco, Ohio, Iowa,
Dallas, Pensylvania, Atlanta, dan New York. Ia benar-benar telah ‘go international’, hingga untuk
memenuhi undangan-undangan ia mulai menggunakan nama ‘Gumarang Sakti Dance
Company’ bagi grupnya. Ketika pementasannya di New York, penampilan grup ini
sangat memukau pecandu tari, hingga ia mendapatkan sebuah award yang cukup bergengsi dalam dunia tari, yaitu Bassie’s Award yang disampaikan oleh
‘Dance Theater Worshop’ yang di mana penghargaan ini hanya diberikan kepada Company yang paling menarik di New York
setiap tahunnya.
·
Pada tahun 1992 dan
1993, merupakan tahun-tahun terpadat dalam menanggapi undangan dari
mancanegara. Pada tahun 1992, mengadakan tur ke Toronto, Montreal, Vancouver,
yang disambung mengikuti acara di Jepang, yaitu Pacific Basin Arts Communication. Kembali ke tanah air, sudah
menyiapkan untuk tampil pada The Second
Jakarta International Festival of the Perfoming Arts. Selanjutnya
diteruskan terbang ke Hongkon untuk memenuhi undangan The 14th Festival of Asian Arts. Tahun 1993, Gusmiati
disibuki dengan lawatan ke berbagai kota di Indonesia, yaitu Yogyakarta,
Surakarta, Bandung, dan kembali ke Jakarta untuk tampil pada The Second Indonesian Dance Festival.
·
Pada tahun 1994,
bersama Gumarang Sakti Dance Company mengikuti 100 Jahre Moderne Tanz Internationales Festival NRW di Leverkussen,
Jerman. Selanjutnya terabang ke Taiwan untuk mengikuti The First Asian Young Choreographer Workshop.
·
Pada tahun 1995,
diundang untuk mengadakan lokakarya dan pertunjukan oleh Victorian University
di Wellington, New Zealand. Selain itu juga diundang oleh Chiaugmay University
di Thailand untuk mengadakan lokakarya dan pertunjukan.
·
Pada tahun 1997, ia
bersama Gumarang Sakti memenuhi undangan dalam Singapore Festival of Asian Perfoming Arts di Singapura.
·
Pada tahun 1998,
Gusmiati mendapat penghormatan untuk mengawali festival bergengsi di Indonesia,
yaitu Art Summit Indonesia II. Dia
menampilkan koreografi terbarunya ‘Api Dalam Sekam’ yang konon sangat cocok
menggambarkan situasi Indonesia di era reformasi.
·
Ciri khas gaya Gusmiati
Suid selalu berpijak pada esensi pencak silat adalah gerak ‘menyerang’ dan
‘menangkis’, yang apabila dibandingkan dengan gaya Matha Graham agak sedikit
sama yang di mana teknik Martha Graham didasari oleh gerak contract (mengerut) dan release
(mengendorkan).
·
Walaupun Gusmiati
sekarang telah tiada, namun api yang selalu membara di dadanya sebagai seorang
koreografer dilanjutkan oleh putranya yang bernama Boy Sakti. Konon
karya-karyanya lebih dinamis dan kuat dibanding karya-karya ibunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar