Terkikisnya Kepopuleran Musik Keroncong
Oleh
Kiswanto
Musik populer pada dasarnya merupakan penyebutan dan pengklasifikasian dari
genre-genre musik yang mudah diterima, dinikmati, didengarkan, dan diapresiasi
oleh masyarakat luas, atau dengan istilah lain ‘seni massa’. Kepopuleran
jenis-jenis musik populer tidak dapat terlepas dari dunia industri dan faktor
media yang mampu menjembatani suatu karya kepada masyarakat luas.
Ketika
suatu karya musik dengan genre tertentu mampu dinikmati oleh masyarakat luas
dengan waktu yang cepat, maka karya musik ini tergolong sebagai musik populer.
Pada umumnya musik populer menggunakan struktur musikal yang tidak begitu rumit
dan sulit agar mudah diterima dan nikmati masyarakat luas.
Sekitar
beberapa hari yang lalu (18/11/2011), di Balai Sujadmoko Surakarta terdapat
sajian musik keroncong oleh kelompok ‘Setulus Hati’. Tepatnya jam 19.30
WIB orkes keroncong yang notaben
pemainnya dosen-dosen UNS Surakarta ini, memulai penyajiannya yang secara
khusus membawakan lagu-lagu ciptaan Gesang sampai acara itu selesai.
Ketika
berbicara musik populer, banyak pakar menyebutkan bahwa keroncong termasuk
dalam kategori musik populer. Hal ini menjadi perdebatan, ketika menyaksikan
pertunjukan keroncong di beberapa tempat, seperti di Balai Sujadmoko tersebut,
hanya terlihat sedikit kalangan anak muda yang menyaksikan dan menikmati musik
keroncong. Kebanyakan penonton adalah orang-orang dewasa, itu pun hanya
orang-orang tertentu. Hampir pada setiap pertunjukan keroncong, terjadi hal
yang serupa.
Pada masa yang
lalu, melalui proses adaptasi dan akulturasi dalam musik keroncong pernah
mengalami masa-masa kejayaan. Melalui proses tersebut, musik keroncong hampir
bisa dinikmati oleh masyarakat luas, seperti langgam jawa, keroncong beat, koes
plus, campur sari, dan keroncong dangdut. Bisa dikatakan bahwa musik keroncong
termasuk dalam kategori musik populer karena adanya musik keroncong campuran
tersebut. Dalam keroncong campuran, semua
aturan baku – pakem - Musik
Keroncong tidak berlaku, karena mengikuti
aturan baku – pakem - Musik Pop
yang berlaku universal, misalnya
tangga nada minor, moda pentatonis Jawa/Cina, rangkaian
harmoni diatonik dan kromatik, akord disonan, sifat politonal atau atonal (pada
campursari), tidak megenal lagi pakem bentuk keroncong asli atau stambul.
Melihat situasi
keroncong yang demikian pada masa kejayaannya, Sebelum meninggal Gesang pernah
mengatakan bahwa dia khawatir musik
keroncong akan mati (2008, dalam Wikipedia). Dalam hal ini, Gesang cenderung
gelisah terhadap perkembangan musik keroncong sebagai musik populer yang tidak
mengenal lagi pakem bentuk keroncong asli atau stambul. Musik keroncong
diciptakan untuk dikomersialkan , sesuai dengan selera masyarakat, dan lebih
mudah dinikmati masyarakat luas.
Hal di atas
merupakan kontroversi musik keroncong pada waktu itu. Tapi jika dilihat dari
sudut pandang sekarang, sangat dibutuhkan inovasi-inovasi dan kreasi musik
keroncong seperti pada waktu kejayaannya. Contohnya Bondan Prakoso & Fade 2
Black, melalui latar belakang musik keroncong yang dipadukan dengan musik gaya
rap dalam karyanya yang berjudul ‘Keroncong Bondol’, telah menunjukkan bahwa
musik keroncong masih sangat dinikmati oleh masyarakat luas.
Tetapi juga perlu
diperhatikan bahwa kebudayaan dalam masyarakat berkembang dan berubah-ubah,
selera orang dulu dan sekarang sangat jauh berbeda. Pada saat ini dapat
dikatakan bahwa jenis-jenis musik keroncong seperti langgam Jawa sudah kurang
diminati masyarakat. Mengingat dunia industri yang menyuguhi banyak pilihan
musik-musik populer, Bondan tentunya telah mempertimbangkan banyak aspek hingga
karyanya dapat beredar di kalangan masyarakat. Sayangnya, saat ini hanya kita
kenal Bondan & Fade 2 Black yang mempopulerkan lagi musik keroncong, itupun
bukan menjadi genre utama dalam karya musiknya.
Banyak para
pengamat musik menyebutkan musik keroncong sangat minim pengkarya. Tetapi,
terlepas dari persoalan itu, bisa dikatakan jika ada pengkarya pun masih banyak
mempertimbangkan terhadap beberapa aspek, seperti persaingan pasar dalam dunia
industri. Agar musik keroncong dapat bersaing, tentunya karya musik yang dibuat
harus lebih dari biasa. Dalam hal ini pengkarya pun harus mampu bereksperimen
dengan karyanya.
Untuk kembali
mempopulerkan musik keroncong masih banyak tantangan dan persoalan yang cukup
kompleks. Sehingga pada prakteknya musik keroncong hanya menyajikan lagu-lagu
terdahulu yang dulunya memang populer. Jika masyarakat mendengarkan apa yang
telah didengar berulang kali, secara psikologis tetap akan mengalami kebosanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar