SANG
JUARA TAK TENTU EKSIS
Oleh
Kiswanto
Masihkah
kalian ingat Klantink? . . tentunya masih, Musisi Jalanan dari Surabaya yang
berhasil mencapai ketenarannya setelah memenangkan IMB (Indonesia Mencari
Bakat) yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta – Trans TV. Ini
bagaikan mimpi bagi mereka, dari satu tempat ke tempat lain berusaha mencari
sesuab nasi tiba-tiba telah dikenal dan dikagumi banyak orang. Apa yang
diraihnya bukan sesuatu yang instant begitu saja, berbagai perjuangan yang panjang
telah mereka lampaui, akhirnya pun hasil akhir menunjukkan musisi inilah
pilihan masyarakat dan menjadi yang terbaik dalam ajang Indonesia Mencari
Bakat.
Alat musik
yang umumnya digunakan pengamen menjadi ciri khas bagi Klantink. Cello,
ukulele, gitar, kendhang pralon, menjadi senjata andalan untuk berkreativitas
dengan mengaransement lagu-lagu populer dengan cara mereka sendiri yang lebih
identik dengan musik Keroncong. Lainnya, Klantink juga beberapa kali menyajikan
karya dengan format yang berbeda dengan Keroncong. Salah satunya adalah perkusi
helm dan perabot bengkel yang juga berhasil menarik hati para penonton. Dibanding
dengan peserta yang lain, masyarakat tentunya lebih menghargai para musisi ini;
mengingat latar belakang mereka dan karya-karyanya yang juga patut diacungi
jempol.
Keberhasilan yang
telah diraih Klantink sangat terkandung nilai-nilai sosial. Keberhasilan ini
tentunya akan memberi gambaran pada masyarakat mengenai perjuangan hidup. Bagi
musisi jalanan, ini akan menjadi contoh serta memotivasi untuk tetap berkarya
penuh semangat menghadapi perjalanan hidup. Yang paling penting lagi,
Kesuksesan dapat dicapai siapa saja, tergantung pada usaha yang telah dijalani
serta nasib.
Kesuksesan
memang telah diraih Klantink. Namun, apakah saat ini wajah-wajah mereka sering
kita temui di televisi?, tentunya sangat jarang. Perjuangan dan persaingan
panjang hanya berhenti pada kemenangan kompetisi saja. Di sisi yang jelas acara-acara televisi semacam
ini memang ajang kompetisi pencarian bakat, di sisi lain acara ini bagaikan
program yang memanfaatkan moment untuk menarik simpati dan minat pemirsa
televisi. Dengan menayangkan acara-acara berkualitas dan berhasil menarik
perhatian pemirsa yang cukup banyak, dapat diakui telah berhasil menyuguhkan
program unggulan kepada masyarakat.
Heran,
bibit-bibit unggul memang telah berhasil dipanen, namun mau diapakan bibit
unggul ini? ini yang dipertanyakan terhadap program-program pencarian bakat.
Selama ini yang saya tau hanyalah iming-iming hadiah berupa materi uang yang
cukup besar dan menjadikan orang menjadi terkenal karena kemampuannya. Mungkin
kesuksesan dan keberhasilan dari acara-acara seperti ini hanya terukur selama
program sedang berlangsung. Hanya cukup memanen saja, setelah itu masih gak jelas.
Bukan yang
pertama kali, hal ini sering juga kita temui pada program-progam sejenis yang
sering disuguhkan di berbagai stasiun televisi di Indonesia. Seharusnya tak cukup sampai di sini, jika
memang program unggulan mengenai pencarian bakat, baik artis maupun program
penyelanggara, keduanya harus mampu menunjukkan bahwa bakat itu selalu mengalir
untuk disuguhkan kepada masyarakat. Tapi apa, dalam persaingan dunia industri,
mereka tak mampu menunjukkan eksistensinya. Dalam hal ini tentunya lebih unggul
artis-artis lain, walaupun beberapa masih diragukan kualitasnya, mereka tetap
mampu menunjukkan eksistensinya.
Berbagai ajang
bakat maupun sang juara-pun sebenarnya tetap berkompetensi dan berkualitas.
Tapi perlu juga kita mengerti dan pahami ‘watak’ sang kapitalis sekarang ini;
dunia industri dan media massa, di era sekarang ini sudah cenderung
menyeragamkan musik-musik sekaligus mempengaruhi dan membentuk selera
masyarakat. Mengapa demikian? melalui media, masyarakat selalu disuguhi menu
yang demikian, dan akhirnya-pun mayoritas masyarakat hanya menyukai dari apa
yang biasanya dilihat sehari-hari. Akhirnya, sebagian besar musisi kondang di Negeri ini-pun juga mengikuti
arus tersebut, jika tidak, terancamlah eksistensi mereka karena tak laku edar
di media. Begitu banyaknya program Ajang Bakat di televisi swasta nasional yang
begitu ketat persaingannya, ini-pun terasa kan percuma, jika mereka ingin tetap
eksis haruslah mengikuti langkah-langkah para kapitalis itu dan meluluhkan
idealis serta musikalitas mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar